Selasa, 20 Juli 2010

Orang Tua juga Rentan tertular Penyakit Menular Seksual

Menurut laporan yang diterbitkan oleh "The Annals of Internal Medicine", laki-laki berumur 40 tahun yang menggunakan Viagra, obat disfungsi ereksi atau lainnya, memiliki risiko dua kali lebih mungkin untuk mendapatkan penyakit menular seksual (PMS) dibandingkan laki-laki yang tidak mengkonsumsinya.

Penelitian telah menunjukkan bahwa sejumlah besar orang dewasa yang menderita HIV. Di Amerika Serikat, rata-rata 10% dari kasus AIDS terjadi pada orang yang berusia di atas 50 tahun.

Menurut laporan itu, laki-laki yang lebih muda memiliki rata-rata penularan PMS lebih tinggi dibandingkan laki-laki tua, namun laju pertumbuhan PMS tumbuh lebih tinggi di antara laki-laki yang lebih tua. Menurut Amerika Serikat Pusat Pengendalian Penyakit dan Pencegahan (Center for Disease Control), PMS pada laki-laki berumur lebih dari 40 tahun telah meningkat hampir 50% dari tahun 1996-2008. PMS yang paling umum adalah HIV, diikuti oleh klamidia, sifilis, dan kemudian gonore.

Menurut dokter yang memimpin penelitian, laki-laki lebih dari 50 tahun yang tidak terbiasa untuk mempraktekkan seks aman karena merasa sedikit risiko kehamilan, dan bahwa laki-laki di atas 50 tahun itu enam kali lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan kondom daripada laki-laki umur 20-an.

Laki-laki yang beralih ke obat disfungsi ereksi jangan lupa untuk praktik seks aman. Kita tidak boleh lupa bahwa seks yang aman penting untuk semua orang, tua atau muda. Juga ingat bahwa risiko STD minimal sepuluh kali lebih tinggi untuk kelompok usia lebih muda dari pada pria lebih dari 40 tahun.

Sumber: http://news.suite101.com/article.cfm/older-men-using-viagra-get-stds-more-than-non-users-a258437

Rabu, 14 Juli 2010

13 Fakta tentang Payudara

Anda merasa tahu banyak tentang bagian tubuh yang Anda anggap paling penting ini? Hm... tunggu dulu. Sebanyak 13 fakta tentang payudara berikut ini mungkin baru Anda dengar saat ini.

1. Payudara memiliki berat rata-rata (bukan sepasang) 498 gram, dan terdiri atas 4-5 persen total lemak tubuh. Nah, tidak mengherankan bila perempuan berpayudara besar cenderung bungkuk karena menahan beban cukup berat di dadanya.

2. Seperti halnya penis, payudara bisa membesar (setidaknya bagian putingnya) bila disentuh.

3. Panjang puting payudara perempuan rata-rata menjadi 0,96 cm ketika ereksi.

4. Rata-rata ukuran payudara perempuan Amerika adalah 36C. Padahal, 15 tahun lalu ukuran rata-ratanya 34B.

5. Perempuan Amerika tampaknya terobsesi dengan payudara besar. Pada tahun 2008 saja, ada 307.230 prosedur implan payudara dilakukan di negara tersebut. Implan payudara menjadi prosedur kosmetik nomor satu, di atas operasi hidung (279.000 kasus), dan sedot lemak (245.000 kasus).

6. Payudara berukuran besar tidak dianggap menarik pada abad pertengahan. Payudara mungil dengan jarak lebar dianggap sempurna saat itu.

7. Rata-rata implan payudara menghabiskan biaya 3.700 dollar. Angka ini hanyalah operasi awal. Perempuan biasanya membutuhkan operasi tambahan untuk memperbaiki keretakan, pergeseran, dan keriput.

8. Sebanyak 20.967 perempuan melakukan operasi untuk mengecilkan payudara mereka kembali pada tahun 2008. Bahkan, pria pun menjalani prosedur breast reduction, tercatat ada 17.902 kasus untuk prosedur tersebut.

9. Anda mungkin hanya mengenal silikon sebagai bahan untuk "menyumpal" payudara. Namun, ahli bedah plastik sudah mencoba berbagai jenis implan dengan hasil yang mengerikan, seperti gading, tulang rawan sapi, karet, hingga poliester.

10. Perempuan yang dikenal memiliki payudara implan terbesar di dunia adalah Sheyla Hershey (30). Saat ini ia mengenakan bra berukuran 38KKK. Silikon cair yang diinjeksikan berkapasitas 10.000 cc. Sheyla memegang rekor Guinness Book of World Records untuk "prestasinya" ini.

11. Anda tidak suka memakai bra? Pindahlah ke negara bagian Maine, Ohio, New York, Texas, dan Hawaii di Amerika. Di sana, topless dilegalkan, meskipun pelakunya bisa saja terjerat hukum karena mengganggu masyarakat. Sementara itu, perempuan yang ketahuan topless di pantai Dubai akan dijebloskan ke penjara selama 6 bulan.

12. Dibandingkan susu sapi, ASI memiliki rasa yang lebih manis, mengandung lebih banyak vitamin E, zat besi, asam lemak, dan lebih sedikit sodium.

13. Untuk mencegah payudara menjadi turun sebelum waktunya, jangan membiasakan diri merokok. Bahan kimia pada rokok akan memecah elastin pada kulit.

Strategi Memperluas Pendekatan Inovatif pada Program Kesehatan Reproduksi Remaja di Asia

Pendahuluan

Program kesehatan reproduksi remaja mulai menjadi perhatian pada beberapa tahun terakhir ini karena beberapa alasan:

  • Ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja muncul ke permukaan. Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja1. Demikian pula halnya dengan kejadian PMS yang tertinggi di remaja, khususnya remaja perempuan, pada kelompok usia 15-292.
  • Walaupun angka kelahiran pada perempuan berusia di bawah 20 tahun menurun, jumlah kelahiran pada remaja meningkat karena pertumbuhan populasi remaja. Diperkirakan bahwa 40% dari semua anak perempuan berusia 14 tahun yang hidup akan hamil paling tidak sekali saat mereka berumur 20 tahun3. Selain itu, sebagian besar mereka masih belum memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan seksual atau kesehatan reproduksi serta pelayanan yang dibutuhkan.
  • Bila pengetahuan mengenai KB dan metode kontrasepsi meningkat pada pasangan usia subur yang sudah menikah, tidak ada bukti yang menyatakan hal serupa terjadi pada populasi remaja.
  • Pengetahuan dan praktik pada tahap remaja akan menjadi dasar perilaku yang sehat pada tahapan selanjutnya dalam kehidupan. Sehingga, investasi pada program kesehatan reproduksi remaja akan bermanfaat selama hidupnya.
  • Kelompok populasi remaja sangat besar; saat ini lebih dari separuh populasi dunia berusia di bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun.

Menanggapi hal itu, program aksi ICPD (alinea 7.41 sampai 7.48; lihat hal ix- xi) menyarankan bahwa respon masyarakat terhadap kebutuhan kesehatan reproduksi remaja haruslah berdasarkan informasi yang membantu mereka menjadi dewasa yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Walaupun telah diketahui secara luas kewajiban untuk memenuhi kebutuhan kesehatan seksual dan reproduksi remaja, tetap saja pelayanannya tertinggal jauh. Sebelumnya, telah ada proyek inovatif skala kecil, namun sangat sedikit usaha yang diambil untuk memperluasnya. Sebagai hasilnya, proyek skala kecil ini tidak memproduksi pola program yang dapat diterima secara luas untuk kesehatan reproduksi remaja. Pada saat bersamaan, ada keterbatasan pengalaman baik untuk manajemen program maupun implikasi terhadap sumber daya. Sehingga aksi proaktif dibutuhkan untuk memperluas inovasi ini dengan mulus dan cost-effective.

Strategi untuk Pembenahan

Secara umum, proses untuk memperluas inovasi baru melalui tiga fase: inovasi, demonstrasi dalam latar program yang realistis dan ekspansi yang luas

Selama fase inovasi, efektivitas merupakan masalah utama. Pertanyaan kunci yang harus djawab adalah --apakah tujuan itu dapat dicapai dan bagaimana? Efikasi program intervensi diidentifikasi melalui proses percobaan. Inovasi mungkin terjadi di banyak negara dan dilaksanakan di banyak organisasi dalam sebuah negara.

Sehingga, sangat bermanfaat untuk dokumentasi sebuah inovasi yang menjanjikan dan menyebarluaskan pengalaman dan pelajaran yang didapat.

Efisiensi menjadi masalah utama selama fase demonstrasi. Inovasi dilakukan untuk melihat apakah mereka dapat disederhanakan dan jika ada kegiatan yang tidak perlu atau tidak efektif dapat dihilangkan. Sehingga inovasi yang terencana ini dilakukan dalam latar program yang realistis untuk evaluasi dampak dan identifikasi kegiatan yang dibutuhkan jika intervensi akan dilakukan dengan lebih luas.

Pada akhirnya, akan dikembangkan strategi perluasan. Bagaimana untuk memperluas dengan mempertahankan efektivitas dan efisiensi dari pengalaman yang didemonstrasikan menjadi fokus utama selama fase ini. Banyak manajer di tingkat menengah dan bawah butuh dilatih sebelum program intervensi dapat dilaksanakan dengan skala luas.



Dipandu dengan proses di atas, strategi ICOMP terdiri dari:



  1. Dokumentasi program kesehatan seksual dan reproduksi remaja yang inovatif dan berhasil;
  2. Diseminasi temuan dari hasil tersebut;
  3. Lokakarya regional dan nasional untuk penyebaran yang lebih merata dari hasil dokumentasi dan advokasi kesehatan seksual dan reproduksi remaja;
  4. Jejaring (networking). Pembentukan jejaring untuk berbagi informasi dan keahlian serta pemberdayaan pada remaja yang aktif di bidang kesehatan seksual dan reproduksi;
  5. Pelatihan pada pelatih dan manajer, pengembangan kurikulum pelatihan, pelatihan petugas kesehatan dan konselor bekerja sama dengan lembaga ahli.
  6. Menjalin hubungan (linkages). Bekerja sama dengan LSM, donor dan pakar untuk memberikan bantuan kepada organisasi dan pemerintah diharapkan mampu memperluas proyek inovatif.

Dengan dukungan SIDA, ICOMP memulai dengan identifikasi dan dokumentasi dari lima pendekatan inovatif pada kesehatan reproduksi remaja di Asia; India, Malaysia, Filipina, Sri Lanka dan Thailand. Dokumentasi meliputi tiga hal: (1) pelayanan; (2) kebutuhan manajerial; dan (3) biaya.

Sebagai tindak lanjut dari proses dokumentasi, sebuah lokakarya regional dengan dukungan SIDA, mengenai Pendekatan Inovatif dalam Program Kesehatan Reproduksi Remaja diadakan pada bulan Juni 1995. Lokakarya itu dihadiri oleh para inovator, manajer program, LSM, badan pemerintah dan internasional.



Pendidikan Kesehatan seksual dan reproduksi (Sri Lanka)

Dengan dukungan dan kerjasama dari pihak sekolah, Asosiasi Keluarga Berencana Sri Lanka (Family Planning Association of Sri Lanka/FPASL) mampu memberikan topik pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi ke sekolah di Sri Lanka, lalu mencakup hampir 200.000 anak sekolah usia 14-18 tahun dengan informasi mengenai fisiologi, reproduksi, dan penyakit. Tujuan utama dari pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja dalam mendapatkan pengetahuan mengenai reproduksi, seksualitas, dan PMS termasuk HIV/AIDS.

Proyek ini merupakan program yang berbasis di sekolah di mana guru yang terlatih mengadakan sesi selama 3 jam pada topik yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi remaja menggunakan materi audio-visual yang beragam. Guru perempuan dengan pengalaman mengajar bidang sains dipilih sebagai guru proyek. Sebelum proyek berjalan, mereka menghadiri pelatihan 6 bulan dan mengembangkan materi KIE untuk digunakan dalam proyek. Kepala proyek membantu guru yang terlibat proyek yang bertanggung jawab untuk masalah administrasi dan mengatur semua keperluan organisasi untuk kelas mengajar. Mereka juga dilatih dalam program pelatihan 6 minggu.

Pencegahan AIDS melalui Pendidikan Nasional dan Konseling Informal: Menjangkau Remaja Bekerja di Pabrik (Thailand)

Walaupun Thailand mempunyai banyak pengalaman di bidang pencegahan HIV/AIDS, perhatian difokuskan untuk mengatasi peningkatan kejadian infeksi HIV pada remaja pekerja pabrik. Proyek itu merupakan upaya pertama untuk menjangkau kelompok remaja.

Ada tiga kegiatan utama dari proyek: (1) Pengembangan materi pelatihan dan pendidikan untuk kelompok sasaran; (2) pelatihan pelatih; dan (3) pelatihan manajer atau pemilik pabrik dan remaja pekerja pabrik.

Proyek ini menyadari bahwa memiliki pengertian yang menyeluruh dari kesehatan reproduksi dapat memperkuat pemahaman mereka mengenai HIV/AIDS dan pencegahannya, sehingga membuat proyek pencegahan HIV/AIDS lebih efektif. Untuk itulah, proyek akan mengadopsi pendekatan kesehatan reproduksi pada fase kedua dari pelaksanaan proyek. Pada saat bersamaan, akan ditekankan pada keterampilan pencegahan.

Young Inspirers (YI): Menjadikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi Sebuah Isu Pada Remaja (India)

Nilai agama dan budaya sangat kuat mengakar di Lucknow, India. Dalam lingkungan inilah sekelompok remaja memberikan informasi dan konseling mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja. Sejak 1993, Young Inspirers (YI) telah membangkitkan partisipasi remaja melalui pendekatan partisipatoris dalam implementasi program. Remaja dapat menyampaikan minat mereka dan menyarankan cara mengatasi masalah. Mereka yang dijangkau oleh YI didorong untuk menyebarkan pesan ke keluarga dan teman mereka lalu menciptakan efek berulang.

Youth Advisory Centre (Malaysia)

Pusat Penasehat Remaja (Youth Advisory Centre/YAC) telah menyediakan ruang untuk remaja sejak 1979. Remaja yang datang ke YAC memiliki akses informasi, pelayanan (konseling dan keterampilan pelatihan), sebuah perpustakaan dan yang terpenting, seseorang yang mau mendengarkan mereka. YAC menjalankan kegiatan outreach di mana remaja di sekolah dan di luar sekolah terjangkau. Remaja di sekolah dididik mengenai kesehatan, seksualitas, komunikasi dan pemecahan masalah melalui bermain peran dan permainan sangat tenar. Lokakarya di pabrik khusus ditargetkan untuk remaja perempuan. Karena masalah peraturan, YAC tidak menyediakan pelayanan kontrasepsi. Namun demikian, YAC telah mengembangkan rujukan dengan dokter sukarela sehingga remaja memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan itu.

Development and Family Life Education for Youth (Filipina)

Program Pengembangan dan Pendidikan Kehidupan Keluarga Bagi Remaja (Development and Family Life Education for Youth) telah mampu mengumpulkan dukungan untuk kegiatannya karena mereka melaksanakannya dalam kenyataan kontemporer dari perilaku seksual remaja yang sensitif untuk budaya lokal.

Program ini terdiri dari Pusat Remaja yang diatur oleh sukarelawan remaja terlatih. Pusat ini dibuka setiap hari dari pukul 9 pagi sampai sore, dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan perpustakaan mini. Ruangan terpisah disediakan untuk pelayanan konseling dan hotline telepon. Ruang penerimaan dilengkapi dengan fasilitas audio-visual dan permainan dalam ruangan, digunakan untuk focus group discussions, pertemuan dan seminar dan interaksi sosial. Sebagai tambahan pula, kegiatan outreach mencakup peningkatan pendapatan proyek juga dilakukan.

End notes
1 "The Health of Young People: A Challenge dan a Promise". World Health Organization, 1993.
2 Ibid.
3 Nafis Sadik (ed.), "Making a Difference: Twenty-five Years of UNFPA Experience", UNFPA 1994, pp 25.

Source: INTERNATIONAL COUNCIL ON MANAGEMENT OF POPULATION PROGRAM WEBSITE (http://www.icomp.org.my/inno2/inno2c1.htm)

Selasa, 06 Juli 2010

6 Penyakit Seksual yang Ditularkan Pria

Waspadai sejumlah penyakit menular seksual (PMS) yang tidak diinginkan pria. Celakanya, penyakit itu bisa ditularkan kepada wanita. Bagaimana mengenalinya?

Pernah mendengar kasus istri keputihan tak kunjung sembuh? Bau pula! Sudah diobati, tetapi kambuh terus. Ketika dokter meminta suaminya ikut diperiksa, baru ketahuan sumber keputihan berbau itu si lelaki. Dia membawa penyakit seksual itu ke rumah setelah mendapatkannya entah dari perempuan (atau lelaki) mana, lalu "membagikannya" kepada sang istri saat berhubungan intim.

Berikut ini enam jenis PMS yang menurut WebMD tak diinginkan pria. Tentunya juga tidak diinginkan wanita karena bau, sakit, dan bisa menimbulkan kemandulan.

1. HIV/AIDS
Penambahan angka penderita HIV/AIDS sebenarnya bisa dicegah.
Infeksi awal HIV/AIDS tidak memiliki gejala sehingga banyak orang tidak tahu sudah terinfeksi virus tersebut. Itu sebabnya HIV menjadi penting. Jika Anda aktif secara seksual dengan lebih dari satu pasangan atau ada alasan Anda kemungkinan terpapar HIV pada masa lalu, sebaiknya lakukan skrining.

2. Gonorea
Merupakan jenis PMS yang tidak mudah hilang. Pada pria, gejala GO termasuk nanah pada saluran kemih dengan rasa panas saat berkemih. Gonorea yang tidak diobati atau ditangani dengan baik bisa menyebabkan epididimitis, yaitu kondisi menyakitkan pada buah pelir dan bisa menyebabkan kemandulan.
Pada perempuan, GO merupakan penyebab utama penyakit radang panggul dan seperti klamidia, bisa menimbulkan infertilitas. GO membuat seseorang 3-5 kali kemungkinannya mengalami HIV.

3. Klamidia
Meskipun tidak menunjukkan gejala, klamidia dapat menimbulkan peradangan testikel, prostat, maupun uretra. Konsekuensi bagi wanita lebih serius lagi. Infeksi yang tidak ditangani menjadi penyebab utama penyakit radang panggul, kehamilan ektopik, dan beberapa kejadian infertilitas.

Meski hampir satu juta kasus klamidia di AS didiagnosis tahun 2005, para ahli memperkirakan bahwa sebenarnya terdapat 2,8 juta kasus baru setiap tahunnya. Artinya, dua dari tiga orang yang terinfeksi klamidia tidak tahu mereka memilikinya dan bisa menularkan kepada orang lain.

Penelitian menunjukkan, 1 dari 8 perempuan yang ditangani untuk masalah klamidia mengalami infeksi kembali dalam waktu setahun.

4. Virus Herpes Simpleks (HSV-2)
HSV-2 diduga yang menyebabkan sakit herpes genital mulai menurun (hanya saja kondisi ini di Indonesia tidak diketahui). Di AS, dari tes darah terhadap orang dewasa usia 48 tahun dan lebih muda, virus itu berkurang secara dramatis 19 persen dalam 10 tahun terakhir.

5. Human Papillomavirus (HPV)
Virus itu diketahui sebagai penyebab kanker leher rahim (serviks). HPV juga menyebabkan kutil genital dan meningkatkan risiko kanker pada penis dan anus pada pria. Jutaan pria membawa virus tersebut dan berisiko menularkan kepada pasangan seksualnya.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), lebih dari 6 juta orang AS terinfeksi HPV setiap tahun. Dalam survei, 48 persen pria yang datang ke klinik, hasil tes HPV-nya positif. Angka itu sekitar 8 persen dari populasi pria secara umum.

Vaksin baru terbukti efektif mencegah infeksi HPV. Pada tahun 2006, CDC merekomendasikan agar vaksin secara rutin diberikan kepada perempuan saat usia 11-12 tahun.

Komite praktisi imunisasi (ACIP) merekomendasikan vaksinasi bagi perempuan mulai usia 9 tahun. Rekomendasi itu menimbulkan kontroversi, tetapi bisa menyelamatkan hidup. Terlebih karena HPV merupakan penyebab utama kanker serviks pada perempuan.

6. Sifilis
Untunglah, obat efektif untuk mengatasi sifilis telah ditemukan. Pencegahan penyakit itu belum terbukti mudah. "Tingkat sifilis telah bertambah selama lima tahun berurutan," ujar Jennifer Ruth, juru bicara CDC.

Tahun 2004-2005 saja tingkat sifilis nasional meningkat lebih dari 11 persen. Di antara pria, risikonya melonjak 70 persen dalam lima tahun terakhir. Sifilis yang tidak ditangani dengan baik bisa merusak otak, sistem kardiovaskular, dan organ dalam tubuh. Lebih dari itu, memiliki sifilis berarti meningkatkan bahaya terinfeksi HIV/AIDS setidaknya 2-5 kali lipat.

Senin, 05 Juli 2010

TRANSFORMASI SOSIAL DAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA

TRANSFORMASI SOSIAL DAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA
Ida Ayu Alit Laksmiwati

ABSTRAK

Perkembangan perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor sosial. Masuknya kebudayaan yang merubah tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi. Setiap bentuk perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang beragam.

Perilaku reproduksi terwujud dalam hubungan sosial antara pria dan wanita. Hubungan antara pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan munculnya norma-norma dan nilai-nilai yang akan menentukan bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai bentuk perilaku yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma-norma yang berlaku. Ada perilaku yang diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat; begitu pula hubungan antara pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah mengacu kepada perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Perilaku seks remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya ( peer group ), banjar dan desa. Sedang faktor di dalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap pemisif terhadap kelompok tersebut.

1. Remaja dan Kesehatan Reproduksi
WHO (1965) mendefinisikan masa remaja merupakan periode perkembangan antara pubertas, perlihan biologis masa anak-anak dan masa dewasa, yaitu antara umur 10-20 tahun. Hasil Sensus (SP) 1990 dan SP 2000 menunjukkan proporsi remaja berusia 10 sampai 24 tahun di Bali sebesar 32,12 persen dan 26,29 persen.

Besarnya proporsi penduduk berusia muda, secara teoritis mempunyai dua makna, Pertama, besarnya penduduk usia muda merupakan modal pembangunan yaitu sebagai faktor produksi tenaga manusia (human resources), apabila merekadapat dimanfaatkan secara tepat dan baik. Memanfaatkan mereka secara tepat dan baik diperlukan beberapa persyaratan. Di antaranya adalah kemampuan keakhlian, kemampuan keterampilan dan kesempatan untuk berkarya. Kedua, apabila persyaratan tersebut tidak dapat dimiliki oleh penduduk usia muda, yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu penduduk usia muda justru menjadi beban pembangunan.

Remaja memiliki dua nilai yaitu nilai harapan (idelisme) dan kemampuan. Apabila kedua nilai tersebut tidak terjadi keselarasan maka akan muncul bentuk-bentuk frustasi. Macam-macam frustasi. Macam-macam frustasi ini pada gilirannya akan merangsang generasi muda untuk melakukan tindakan-tindakan abnormal ( menyimpang).

Dari sudut pandang kesehatan, tindakan menyimpang yang akan mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas ( unprotected sexuality ), penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki ( adolecent unwanted pragnancy ) di kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah sertaan lainnya yaitu aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional .

Dari beberapa penelitian tentang perilaku reproduksi remaja yang telah dilakukan, menunjukkan tingkat permisivitas remaja di Indonesia cukup memprihatinkan. Faturochman (1992) merujuk beberapa penelitian yang hasilnya dianggap mengejutkan, seperti penelitian Eko seorang remaja di Yogyakarta (1983). Penelitian SAHAJA di Medan (1985) dan di Kupang (1987), dan penelitian yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dengan Perguruan Ilmu Kepolisian. Semua penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja di daerah penelitian yang bersangkutan telah melakukan hubungan seksual.

Penelitian-penelitian tentang kesehatan reproduksi remaja yang pernah dilakukan di Bali memberikan gambaran yang tidak jauh berbeda dengan penelitian di daerah lainnya. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Bali di antaranya oleh Faturochman dan Sutjipto (1989), Mahaputera dan Yama Diputera (1993), Tjitarsa (1994), dan Alit Laksmiwati (1999).

2. Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja
Perubahan masyarakat Bali mengalami percepatan yang cukup tinggi. Ada dua bentuk perubahan yang amat jelas. Pertama, perubahan struktur dari struktur masyarakat agraris ke struktur masyarakat industri, yaitu industri pariwisata dan industri kerajinan. Kedua, perubahan orientasi dari orientasi lokal dan nasional ke orientasi global. Keterbukaan masyarakat Bali menjadi semakin intensif dengan ikut teradopsinya berbagai budaya baru ( Geriya, 1992).

Perubahan budaya agraris ke budaya iptek tidak selalu membawa hasil yang memuaskan. Seperti yang terjadi di Bali sekarang ini, berbagai masalah timbul sebagai akibat dari perubahan budaya tersebut. Sebagian dari masyarakat Bali telah berubah dari masyarakat tradisonal menjadi masyarakat modern. Perubahan masyarakat ini ditandai dengan pula oleh perubahan bentuk solidaritas mekanik ke solidaritas organik, artinya sifat-sifat kebersamaan cenderung memudar dan mulai muncul sifat individualis. Ciri perubahan ini adalah merosotnya peran sosial agama dan adat dalam mempengaruhi aspek kehidupan yang lainnya.

Sementara itu salah satu ciri masyarakat perkotaan sebagai masyarakat modern adalah adanya perubahan bentuk keluarga dari keluarga luas ( extended family ) menjadi keluarga batih ( nuclear family ). Perubahan bentuk keluarga tersebut juga berakibat adanya perubahan dalam sifat hubungan antara orang tua dengan anak-anak mereka, khususnya anak-anak remaja. Perubahan tersebut adalah dalam arah semakin berkurangnya pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya, dan semakin terpisahnya orang tua dan anak-anak mereka ke dalam dua dunia yang berbeda ( Sanderson, 1995).

Perkembangan perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor sosial. Masuknya kebudayaan yanh merubah tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi. Setiap bentuk perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang beragam.

Perilaku reproduksi terwujud dalam hubungan sosial antara pria dan wanita. Hubungan antra pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan munculnya norma-norma dan nilai-nilai yang akan menentukan bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai bentuk perilaku yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma-norma yang berlaku. Ada perilaku yang diharapkan dn sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat; begitu pula hubungan antara pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah mengacu kepada perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Perilaku seks remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya ( peer group ), banjar dan desa. Sedang faktor di dam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap pemisif terhadap kelompok tersebut ( Reiss and Miller,1979).

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja di antaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan ( Kinnaird dan Gerrard, 1986).

Sehubungan dengan adanya interaksi budaya Bali dengan berbagai budaya lain, dan masukknya informasi melalui berbagai media komunikasi, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku reproduksi di Bali. Pada tulisan ini akan dilihat dari beberapa dimensi, dimensi pengetahuan, dimensi pranata sosial, dan dimensi simbolik.

3. Aspek Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja
Boleh dikatakan bahwa sejak dahulu hubungan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan di Bali relatif bebas. Bebas yang dimaksud adalah tidak ada aturan yang ketat menentukan bahwa setelah mencapai umur tertentu laki-laki dan perempuan harus dipisahkan ke dalam kelompoknya masing-masing dalam melakukan sosialisasi. Anak-anak dan remaja Bali dapat bergaul dengan semua kelompok jenis kelamin. Hal ini dapat dilihat dalam aktivitas Seka Teruna Teruni (STT). Seperti halnya krama banjar setiap aktivitas STT pun selalu melibatkan anggota pria dan wanita.

Saat ini, untuk berbagai kepentingan remaja Bali tidak hanya bergaul dengan kelompok di lingkungan banjar saja. Dengan berbagai fasilitas yang dimilikinya pergaulan remaja sudah semakin luas dan semakin bebas. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi pengetahuan dan wawasan mereka, termasuk dalam bidang kesehatan reproduksi.

Selain melalui teman sumber informasi utama remaja tenang kesehatan reproduksi pada umumnya adalah media massa ( cetak dan elektronik). Paparan informasi seksual melalui media massa tidak begitu banyak memberikan kontribusi positif bagi remaja ( Mohamad, 1990). Tidak jarang informasi yang yang diperoleh hanya berupa alternatif pemecahan masalah bagi mereka yang pernah mempunyai masalah kesehatan reproduksi, seperti konsultasi seksologi di beberapa majalah atau koran.

Rubrik konsultasi seperti tersebut di atas biasanya diikuti oleh mereka yang sudah berumah tangga atau mereka yang berperilaku tidak sehat. Sementara informasi yang sifatnya mendidik, yang mampu meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja, sehingga mereka terhindar dari perilaku tidak sehat kurang memadai. Keadaan pengetahuan seperti ini menjadi faktor penting yang menyebabkan mereka semakin permisif melakukan hubungan seks pranikah. Masalah yang paling ditakuti oleh remaja yang melakukan hubungan seks pranikah adalah apabila sampai terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD).

Di satu sisi, dengan semakin mudah mereka mengakses informasi melalui berbagai media massa, maka ketakutan menghadapi KTD semakin berkurang. Di sisi lain, melalui sumber informasi yang sama juga dapat mencegah remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah. Hal ini dapat terjadi bila mereka memahami dan menyadari akibat-akibat dari perilaku tersebut.

Terjadi atau tidak terjadi perilaku seks pranikah sangat tergantung pada wawasan mereka tentang perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan berkepribadian yang mantap sangan dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula ( Djamaludin Ancok dalam Faturochman, 1992).

Bagi seorang individu moral merupakan landasan dalam perilaku. Tinggi rendahnya orientasi moral seseorang berpengaruh terhadap perilakunya, termasuk perilaku seksnya. Berperilaku seks yang tidak sesuai dengan moral akan menimbulkan perasaan bersalah pada diri si pelaku. Usaha menghindarkan diri dari perasaan bersalah dilakukan dengan dua cara yaitu tidak melakukan seks pranikah atau tidak meneruskan melakukan perilaku tersebut bila sudah pernah melakukannya ( Faturochaman, 1992).

4. Aspek Pranata Sosial dalam Perilaku Reproduksi Remaja
Sebagai suatu komunitas, desa adat di Bali mempunyai beberapa peranan. Salah satu di antaranya adalah menyelesaikan sengketa atau konflik yang menunjukkan adanya warga masyarakat yang melakukan tindakan yang menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan dan perbuatan tersebut mengganggu masyarakat secara keseluruhan. Konflikadat dapat bersifat kriminal,pencurian benda pusaka atau delik kesusilaan. Aturan tentang penyelesaian masalah-masalah tersebut termuat dalam awig-awig desa adat masing-masing, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis

Dalam adat Bali ada anggapan bahwa perilaku reproduksi yang tidak sehat atau delik kesusilaan menimbulkan akibat leteh kepada lingkungannya dan sebel kepada pelakunya. Leteh atau sebel secara simbolik berarti "kotor". Menurut I Gusti Ketut Kaler (1982) ada 12 macam peristiwa atau keadaan yangn menimbulkan keletehan atau kesebelan. Beberapa di antaranya adalah berkaitan dengan perilaku tidak sehat, seperti lokika

sanggraha (hubungan seks yang dilakukan bukan dengan istri atau suami), memitra ngalang (hidup serumah tanpa menikah atau kumpul kebo), gamia gemana ( melakukan incest), kehamilan dan kelahiran di luar perkawinan, serta keguguran atau menggugurkan kandungan.

Perilaku hubungan seks pranikah merupakan salah satu delik kesusilaan yang dapat mengganggu atau menimbulkan ketegangan dalam wilayah desa adat. Bila terjadi pelanggaran dan perbuatan tersebut dilaporkan oleh krama banjar, maka orang yang melakukan pelanggaran berkewajiban melakukan upacara parayascita gumi ( upacara pembersihan untuk dirinya sendiri dan juga untuk desa).

Belakang ini kasus pelanggaran delik kesusilaan sering tidak dijatuhi sanksi adat, sehingga di kalangan masyarakat khususnya remaja ada anggapan perilaku reproduksi tidak sehat seperti hubungan seks pranikah, kumpul kebo, kehamilan di luar nikah, aborsi sebagai perilaku reproduksi yang biasa dan wajar. Sementara itu, krama adat tidak melaporkan kasus-kasus seperti itu, karena mereka menganggap masalah tersebut sebagai masalah pribadi, bukan lagi sebagai masalah bersama yang dapat menggangu keharmonisan desa adat. Ini menunjukkan bahwa solidaritas masyarakat telah mengalami pergeseran.

Di samping itu, meningkatnya kasus perilaku reproduksi di kalangan remaja, karena mereka tidak mengerti kalau perilaku tersebut merupakan perilaku yang melanggar norma adat. Hal ini terjadi karena sosialisasi tentang norma atau awig-awig yang berkaitan dengan maslah perilaku reproduksi sangant kurang.

Ketika jenis hiburan masih terbatas, seni pertunjukan tradisional berfungsi sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan berbagai macam informasi yangberkaitan dengan masalah adat dan agama, serta berbagai program pemerintah. Dengan berkembangnya berbagai aneka pilihan hiburan maka efektivitas media tradisional menjadi berkurang.

Salah sau faktor penting yang juga berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja adalah pergeseran bentuk rumah tangga (household) di Bali. Untuk alasan-alasan tertentu sekarang banyak rumah tangga yang hanya terdiri dari satu keluarga batih ( nuclear family) saja. Banyak keluarga-keluarga baru yang membuat rumah terpisah dari keluarga luasnya. Misalnya dengan alasan agar lebihdengan dari tempat bekerja.

Kecenderungan seperti ini banyak ditemukan di daerah perkotaan. Keadaan tersebut adalah salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan seks pranikah di rumah mereka sendiri.

Peranan anggota keluarga lain seperti paman, bibi, kakek, nenek, saudara sepupu dan sebagainya dalam suatu keluarga, tidak hanyadapat menjadi tempat mengadu bagi anak-anak bermasalah, tetapi juga dapat menjadi pengawas dalam suatu keluarga. Keberadaan mereka dapat mengontrol perilaku remaja. Dengan kata lain remaja yang tinggal dalam keluarga batih mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk melakukan hubungan seks pranikah, terlebih bila kedua orang tuanya berkerja.

5. Aspek Simbolik Perilaku Reproduksi Remaja
Salah satu unsur penting dalam proses transformasi sosial adalah pergantian atau perubahan. Sesustu telah mengalami proses transformasi dapat dilihat melalui perbedaan wujud dari yang mengalami transformasi.

Ketika teknologi di bidang komunikasi dan informasi belum begitu maju, sarana hiburan dalam masyarakat bali bersumber pada seni tradisional seperti wayang, topeng, arja, drama gong dan sebagainya. Selain sebagai sarana hiburan, kesenian tersebut juga berfungsi sebagai alat komunikasi untuk mensosialisasikan norma-norma dan falsafah hidup masyarakat. Tetapi setelah teknologi di bidang media informasi semakin memasyarakat, jenis-jenis hiburan tersebut mulai diganti dengan oleh jenis hiburan lainnya yang dikemas dalam bentuk film layar lebar atau layar kaca, atau dalam bentuk alat elektronik lainnya. Oleh banyak kalangan sarana hiburan film, baik yang ditonton di bioskop maupun yang ditayangkan televisi disinyalir sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku reproduksi tidak sehat di kalangan remaja, selain gambar dan film porno.

Dalam rangka pembangunan Bali sebagai daerah tujuan wisata, pengembangan wilayah di ini dibedakan sesuai potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sehubungan dengan hal tersebut daerah wisata dibedakan atas tiga tipe, yaitu daerah kunjungan wisata, daerah domisili, dan daerah penunjang wisata.

Agar pembangunan pariwisata di Bali dapat berkembang secara optimal, maka harus dibangun berbagai fasilitas yang diperlukan seperti hotel, restoran, diskotik, bar, pub,
bungalow dan sebagainya. Dari segi ekonomi berkembangnya industri pariwisata di Bali memang memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Namun demikian tidak dapat dihindari dampak negatif yang disebabkan oleh berkembangnya industri pariwisata tersebut. Tempat-tempat wisata yang ada di Bali tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan asing dan domestik, tetapi juga menjadi salah satu pilihan untuk mendapatkan hiburan.

Sebagai daerah tujuan wisata Kuta dan Legian adalah daerah wisata yang banyak diminati oleh remaja Bali. Di daerah ini terdapat area remaja yang menunjukkan keterkaitan dengan permasalahan kesehatan reproduksi ( seksual) di kalangan remaja. Area tertentu yang diminati remajaadalah sepanjang Pantai Kuta dan Legian, pertokoan, dan tempat hiburan ( diskotik, karaoke, bar, pub, dan cafe). Pusat pertokoan seperti Matahari dan McDonal di Kuta merupakan alternatif baru yang dipilih ABG ( remaja ) sebagai tempat "nongkrong". Selain itu pusat pertokoan juga merupakan tempat yang menjadi pilihan remaja untuk berkumpul, mencari kemungkinan mendapatkan pasangan, tempat berjanji bertemu pasangan, atau kemungkinan untuk melakukan transaksi naza atau obat terlarang ( PKBI, 1995). Bagi remaja yang telah biasa melakukan hubungan seks, bubgalow adalah salah satu alternatif tempat untuk melakukannya, khususnya bagi mereka yang biasa melakukan dengan "perek" ( Alit Laksmiwati, 1999).

Konskwensi pembangunan pariwisata ternyata memang tidak dapat dihindari akan menimbulkan dampak negatif bagi daerah di mana industri pariwisata dikembangkan. Di samping meningkatkan devisa negara dan menciptakan kesempatan kerja, industripariwisata juga memacu berkembangnya sektor jasa, termasuk di dalamnya bisnis seks ( seks komersial ).

Walaupun pemerintah daerah sampai saat ini tidak mengijinkan adanya tempat pelacuran resmi ( lokalisasi ), tetapi kenyataannya di Bali ada beberapa tempat yang dikenal secara umum sebagai kompleks pelacuran. Remaja adalah salah satu konsumen yang menikmati bisnis seks ini.

Untuk melihat terjadinya proses transformasi sosial dalam suatu masyarakat tidak hanya dapatdilihat dari segi materi, tetapi juga dari segi perilaku. Adanya perilaku yang dianggap menyimpang menunjukkan bahwa ada perbedaan bentuk perilaku dari perilaku yang dianggap ideal atau dianggap benar dalam masyarakat tersebut. Dalam masalah kesehatan reproduksiperilaku yang dianggap ideal adalah perilaku yang tidak bertentangan dengan norma adat dan norma agama, karena perilaku seks hanya dapat dibenarkan bila telah memasuki lembaga perkawinan.

Pada masyarakat ada beberapa perilaku reproduksi yangkalaudilanggar akan menjadi delik adat, di antaranya adalah melakukan seks pranikah dan aborsi. Bila terjadi pelanggaran maka sanksi adat seharusnya dijatuhkan kepada pelaku. Tetapi tampaknya dewasa ini pemberian sanksi seperti di atas tidak lagi dilakukan, sehingga semakin banyak yang berani melakukan pelanggaran adat, termasuk para remaja. Perilaku seks pranikah dianggap perilaku yang sudah lumrah.

Adanya anggapan bahwa hubungan seks pranikah adalah sesuatu yang biasa,menunjukkan masyarakat telah semakin permisif terhadap hubungan seks pranikah. Kalau masyarakat semakin permisif terhadap perilaku seks pranikah, semsntara keterlibatan lembaga adat semakin melemah, maka kemungkinan masyarakat juga akan permisif terhadap aborsi sebagai salah satu alternatf pemecahan masalah bawaan yang disebabkan oleh perilaku seks pranikah. Angka yang menunjukkan remaja yang melakukan aborsi di Bali relatif tinggi ( Tjitarsa, 1995).

Kelahiran anak dari hubungan tanpa ikatan perkawinan oleh adat dianggap sebagai salah satu pelanggaran hukum adat. Anak-anak yang terlahir tanpa melalui lembagaperkawinan sepanjanghidupnya akan menyandang sebutan sebagai panak bebinjat (anak haram).Terhadap anak tersebut harus dilakukan beberapa upacara pembersihan, sehingga anak tersebut dan lingkungannya terhindar dari keletehan (Windia, 1994).

Ketika lembaga adat masik diterapkan secara konskwen, anak yang terlahir dari kehamilan yang terjadi sebelum perkawinan pada golongan tri wangsa disebut astra. Mereka tidak berhak menyandang gelar wangsa yang dimiliki oleh orang tuanya (Steadfield, 1986). Tetapi sekarang sebutan astra sangat jarang dipakai untuk mereka yang lahir dari kehamilan pranikah. Begitu pula bila kehamilan pranikah terjadi di antara mereka yang wangsa-nya sama, maka sebelum melaukan upacara perkawinan terlebih dahulu dilakukan upacara madewa saksi, yaitu pihak pria bersumpah kehadapan Tuhan dan leluhur bahwa kehamilan yang terjadi memang disebabkan oleh pria yang bersangkutan.


DAFTAR PUSTAKA
Alit Laksmiwati, I.A. 1999." Perubahan Perilaku Seks Remaja Bali". Yogyakarta: kerjasama Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada dengan Ford Foundation.
Geriya, I Wayan. 1992. " Sikap mental dan kepedulian sosial masyarakat Bali dewasa ini: perspektif kebudayaan". Makalah Seminar Pembangunan. Denpasar. Universitas Udayana.
Kaler, I Gusti Ketut. 1994. Butir-butir tercecer tentang adat Bali 2. Denpasar. Kayu Masagung.
Kinnaird,K dan Gerrard, M. 1986. " Premarital sexual behavior and attitude toward marriage and divorce among young women as a function of their mother's marital status, "Journal of Marriage and the Family, 48 : 757-765.
Mohamad, Kartono. 1990. " Bagaimana memberikan pendidik sekx bagi remaja", KABAR. No. 46.
Reiss and Miller. 1979. "Heterosexual permisiveness: a theorical analysis," dalam W.R. Burr, et al., eds., Contemporary theories about the family. s.l.s.n.
Sanderson, Stephen K. 1995. Sosiologi makro: sebuah pendekatan terhadap realitas sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Streadfield, Kim. 1986. Fertility decline in a tradisional society : the case of Bali. Canberra: Departement of Demografy, The australian National University. ANU. Indonesia Monograph No. 4.
Tjitarsa, I.B. 1995. "Pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual beresiko terhadap AIDS pada remaja dengan kehamilan yangtidak dikehendaki," dalam Muinjaya, ed. AIDS dan Remaja. Jakarta: kerjasama Jaringan Epidemiologi Nasional dengan Ford Foundation.
Windia, I Wayan.1994. Meluruskan awig-awig yang bengkok. Denpasar: Penerbit BP